Suatu malam di Kota Batu, Kwee Kiat Siang diajak kakeknya menonton wayang orang. Bocah berusia tujuh tahun itu lalu terpukau pada setiap adegan dan cerita yang dimainkan dalam pertunjukan tersebut. Ia kemudian rajin menonton setiap kali ada pertunjukan wayang orang di kotanya. Tatkala beranjak remaja Kwee Kiat Siang alias Sita Dewi Kusumawati bergabung dengan perkumpulan sandiwara Ratna (Rukun Amatir Teater) di Malang. Kini di usianya yang ke 74, Sita masih dikenal sebagai pegiat wayang orang yang terkenal di seantero Malang.
Usia
senja tak menghalangi Sita untuk terus berkarya. Di tengah derasnya arus budaya
barat yang masuk ke tanah air, wanita keturunan Tionghoa ini masih bersetia
melanggengkan kesenian asli Jawa. Hanya satu yang menjadi kekhawatiran nenek
lima cucu ini. “Anak muda zaman sekarang tidak banyak yang berminat pada wayang
orang, kalaupun ada yang bisa bermain wayang orang penghayatan mereka kurang
bagus,” kata Bu Rudy, sapaan akrab Sita saat ditemui di rumahnya akhir pekan
ini.
Bu
Rudy berkisah sejak muda ia memang menggandrungi wayang orang. Tiga anak hasil
pernikahannya dengan alm. Rudyanto Rama Wijaya juga ia kenalkan pada seni
tradisi Jawa. Anak perempuan semata wayangnya, Irene Kartika Widjaja, pada 1977
berkesempatan tampil di Ang Hien Hoo. Ang Hien Hoo adalah wadah bagi warga
Tionghoa di Malang untuk berkumpul dan mengadakan berbagai kegiatan mulai dari
olah raga hingga seni. Wayang orang inilah yang menjadi andalan dari Ang Hien
Hoo. Irene menjadi bintang yang bersinar di Ang Hien Hoo dan kerap mewakili
Indonesia sebagai duta seni di mancanegara.
Pada
1978 Bu Rudy bergabung dengan Ang Hien Hoo yang pada saat itu sudah berganti
nama menjadi Wayang Orang Panca Budhi. Di organisasi itu ia bertindak sebagai
manajer. Hampir seluruh anggota klub wayang orang adalah warga keturunan
Tionghoa. Mereka fasih memainkan wayang orang dengan logat seperti pribumi.
Sayangnya
sedikit demi sedikit anggotanya mengundurkan diri sehingga Panca Budhi hanya
tinggal nama tanpa personil. Setelah bertahun-tahun vakum, Bu Rudy kemudian
berinisiatif mendirikan sanggar baru dan diberi nama Bara Pratama. Bara Pratama
tak ubahnya Panca Budhi yang mengalami reinkarnasi. Bu Rudy pun sukses membangunkan
kembali kejayaan wayang orang di bumi Arema. Lakon-lakon yang biasa dimainkan mengambil
dari kisah Ramayana dan Mahabarata. Setiap penampilan Bara Pratama selalu
diacungi jempol.
Bu Rudy dan koleksi kostum wayang orang miliknya. Bu Rudy menunjukkan mahkota yang dipakai untuk memerankan tokoh Ken Arok. |
Berpuluh
tahun menggeluti dunia wayang orang, Bu Rudy dan keluarganya tak jarang menuai
cibiran dari masyarakat. Alasan utamanya adalah statusnya sebagai warga keturunan.
“Kata mereka wayang orang kan kesenian Jawa ngapain orang Tionghoa ikut-ikut,”
jelasnya.
Anaknya,
Irene, yang kerap kali menjuarai lomba seni juga harus menerima sindiran. “Wah kita
kecolongan, masa ada C yang menang, C itu artinya Cina,” kata Bu Rudy menirukan
sindiran peserta lain sembari terkekeh.
Walau
demikian, sampai saat ini semangat Bu Rudy menghidupkan kesenian wayang orang
tak pernah surut. Ia masih menjadi pembina sanggar yang setiap akhir pekan
berlatih di Klenteng Eng An Kiong. Ia juga menyediakan berbagai properti untuk
keperluan pementasan.
Empat
kamar di rumahnya yang berisi kostum pertunjukan wayang orang menjadi bukti cinta
Bu Rudy pada kesenian tradisional ini. Total seluruh kostum pementasan di empat
kamar tersebut bernilai sekitar Rp 600 juta. Semua koleksi itu dibeli dari
kantung sendiri. “Saya tidak tahu kenapa bisa suka wayang orang, ya tahu-tahu suka,
mungkin karena cerita-ceritanya yang selalu mengajarkan kebaikan,” ungkap
wanita yang mempunyai usaha catering ini.
Pada
22 Februari mendatang sanggar asuhan Bu Rudy akan tampil dalam perayaan Cap Go
Meh di Kota Malang. Lakon yang akan ditampilkan adalah Anoman Obong. “Ayo
silakan semua boleh menonton gratis,” ucapnya berpromosi.
Pesatnya
globalisasi menjadikan wayang orang seolah hanya kesenian usang di kalangan anak
muda. Waktu terus berputar dan para personil di sanggar binaannya semakin
menua. Bu Rudy hanya bisa berharap akan muncul bibit-bibit muda yang mumpuni
memerankan lakon wayang orang sebelum kesenian ini hilang terkikis zaman.
Bisa minta CP ibu Rudy?
BalasHapusBisa.. 0815-5587-7678
HapusLuar biasa kesetiaan beliau pada budaya
BalasHapusLuar biasa kesetiaan beliau pada budaya
BalasHapus