Suatu hari surga sedang bocor. Langit meneteskan bulir-bulir air dari sungai di surga. Tetesan-tetesan air tersebut jatuh tak beraturan di Laut Jawa dan menjelma menjadi pulau-pulau kecil. Begitu banyaknya tetesan air yang jatuh hingga terbentuklah gugusan pulau yang kini dikenal dengan Kepulauan Seribu.
Itulah sebait deskripsi tentang Kepulauan Seribu yang pernah
saya baca. Sang penulis nampaknya benar-benar terkesima akan keindahan
Kepulauan Seribu hingga menyamakannya dengan tetesan air surga. Untuk
membuktikannya, beberapa waktu lalu saya dan teman-teman menyempatkan diri
mengintip keindahan kepulauan di utara Jakarta itu. Dalam sebuah open trip
selama dua hari satu malam, kami menghabiskan waktu mengeksplorasi berbagai
pulau di Kepulauan Seribu.
Perjalanan dimulai dari Pelabuhan Muara Angke. Kapal yang
kami tumpangi berangkat sekitar pukul 08.00. Tujuan kami adalah Pulau Kelapa
yang ditempuh selama tiga jam perjalanan. Selama satu jam pertama kami masih
disuguhi perairan yang penuh limbah dan sampah. Mustahil kami dapat menyelam di
laut sekotor ini.
Namun lamanya perjalanan sebanding dengan keindahan yang
kami dapatkan. Menjelang pukul 10.00 suasana sudah mulai berubah. Warna air
laut yang tadinya hitam kini berangsur membiru. Sejauh mata memandang kami disuguhi
permukaan air laut yang tenang dan bersih. Sesekali nampak bintik kecil di kejauhan
tanda adanya pulau kecil tak jauh dari kapal kami.
Begini kira-kira penampakan pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu |
Tepat pukul 11.00 rombongan menginjakkan kaki di Pulau
Kelapa. Kami memperoleh sebuah rumah kosong dengan dua kamar tidur sebagai homestay.
Rombongan disambut makan siang berupa sayur asem, ikan kembung, dan sambal.
Satu teko besar es kelapa muda tak ketinggalan nangkring di meja makan. Usai
melahap santap siang dan sholat, kami digiring menuju lokasi snorkeling.
Untuk menuju lokasi snorkeling, kami diajak naik kapal yang
lebih kecil. Teriknya matahari tak menyurutkan semangat kami, para wisatawan,
untuk mengarungi lautan. Lokasi pertama snorkeling adalah Pulau Macan. Awalnya
saya takut-takut menceburkan diri ke laut. Meski sudah memakai jaket pelampung,
tetap saja saya paranoid. Air laut yang berwarna biru tua menandakan betapa
dalamnya perairan di situ. Menurut Pak Nurdin yang jadi guide kami, kedalaman
airnya antara 5-10 meter. Masih cetek sebenernya untuk ukuran menyelam. Memang
dasar saya saja yang penakut.
Tetapi akhirnya saya berani juga terjun ke laut. Dan begitu
membenamkan kepala ke dalam air, terlihatlah keindahan bawah laut Kepulauan
Seribu. Ikan-ikan seukuran ibu jari yang saya tidak tahu namanya hilir mudik
berenang dalam gerombolan-gerombolan kecil. Ikan-ikan lain yang lebih besar
berenang sendirian di antara terumbu karang. Berkali-kali saya mencoba
menyentuhkan tangan ke arah mereka namun selalu meleset karena geraknya yang
gesit.
Puas menyelami perairan Pulau Macan, kami lalu bergeser ke
lokasi kedua yakni ke perairan dekat Pulau Bintang. Perairan Pulau Bintang
menawarkan pemandangan bawah laut yang lebih eksotis. Ikan-ikan yang berenang
lebih banyak dan lebih berwarna-warni. Saya sengaja melepas fin (kaki katak)
saat snorkeling di sini. Daan...ternyata itu pilihan salah karena kaki saya terluka
akibat tergores-gores tajamnya terumbu karang. :p
Semakin ke utara ekosistem yang hidup semakin membikin kita
berdecak kagum. Kalau di utara Jakarta saja kita sudah terkagum-kagum, apalagi
jika kita main ke Bunaken atau Wakatobi ya? Bisa-bisa ogah pulang. Sayangnya di
dua lokasi snorkeling tersebut, saya mendapati banyak terumbu karang yang
'terluka'. Mungkin terumbu-terumbu karang itu sering dijadikan pijakan oleh
para wisatawan tatkala menyelam. :(
Usai ber-snorkeling ria, kami menuju ke sebuah pulau cantik
(yang lagi-lagi saya lupa nama pulaunya). Di pulau ini kami dibebaskan
melakukan aktivitas apa saja. Mau berenang, main ayunan, makan, gitaran, atau
main voli sekalian, terserah. Bagi yang perutnya keroncongan bisa membeli
makanan di warung yang ada di situ. Tapi jangan banyak maunya ya karena yang
tersedia hanya mie instant, gorengan, roti, dan minuman-minuman sachet. :)
Pukul 17.00 kami beranjak untuk kembali ke Pulau Kelapa.
Sepanjang perjalanan, kami dimanjakan dengan pemandangan langit sore yang
indah. Langit perlahan memerah tanda siap mengantar matahari pulang ke rumah.
Malamnya, para wisatawan disuguhi hidangan seafood bakar. Kami berlomba
menyantap cumi-cumi dan udang sepuasnya. Yeay!
Esok paginya, kami kembali mengangkat sauh menuju Pulau Bulat.
Konon kabarnya pulau ini adalah milik keluarga mantan Presiden Soeharto. Sebuah
helipad menjadi petunjuk bahwa pulau ini menjadi destinasi keluarga Cendana
jika ingin berlibur. Tidak ada yang istimewa di pulau itu. Tetapi ada satu spot
istimewa di dekat dermaga yang manis dijadikan tempat berfoto. Spot itu berupa
bangku taman di ujung dermaga. Bangku itu hanya diletakkan sendirian
membelakangi laut. Kurang melankolis apa coba?
Setelah mengelilingi Pulau Bulat kami kembali ke Pulau
Kelapa dan bersiap-siap pulang ke Jakarta. Perjalanan singkat ini cukup
melelahkan tetapi semua sebanding dengan kepuasan yang didapat. Soal biaya,
saya merogoh kocek Rp 350 ribu untuk open trip selama 2 hari 1 malam. Karena berlibur
di kala peak season maka saya dan teman-teman harus rela berdesak-desakan dengan
banyak rombongan di kapal yang sempit. Di hari keberangkatan kami masih
beruntung karena bisa duduk lesehan di lambung kapal.
Tetapi ketika pulang, kami datang terlambat ke dermaga
sehingga mau tak mau pantat ini didudukkan di kapal bagian samping yang
sejatinya bukan tempat penumpang. Bagian tersebut adalah gang sempit yang
berada di kapal bagian luar. Alhasil saya harus menahan panas disiram sinar
matahari bersuhu 30 derajat Celcius selama tiga jam. Maklum, kapal berangkat dari
dermaga Pulau Kelapa saat tengah hari, tepat pukul 12.00.
Anyway, saya tetap menikmati perjalanan mengesankan ini. Alam
Indonesia sudah bermurah hati memberikan banyak keindahan dan kesuburan. Amat
disayangkan kalau kita tidak pernah menyempatkan waktu menikmatinya.
0 komentar:
Posting Komentar