Waktu
tak pernah mau menunggu. Tahu-tahu 2015 sudah separuh jalan dan kurang
dari seminggu memasuki bulan puasa. Dalam sebuah sambungan telepon
dengan seorang sahabat di pengujung 2014, kami berdua sama-sama
menceritakan target masing-masing di tahun yang akan datang. Kami saling
menyemangati. Namun juga saling mencaci. Kita pasti sepakat
manusia tidak hanya tumbuh dari pujian.
Picture taken from here |
Enam
bulan berlalu dan sudah saatnya menengok lagi apa-apa yang belum
dikerjakan di paruh kedua tahun kambing ini. Dia sudah meraih beberapa
target, saya pun demikian.
Ada
target-target mahapenting semisal karier, tabungan, atau (ehm...) cinta.
Ada juga bahasan penting-nggak-penting soal tingkat kerajinan berolah
raga, makanan enak apa yang harus dicoba, sampai berapa kali terlambat
bangun pagi. Menaruh harapan adalah hal yang sangat manusiawi.
Apa
gunanya target dan harapan? Tentu saja agar jadi orang yang selalu
maju. Saya ingin jadi orang yang tahu apa yang saya mau. Sepuluh tahun
dari sekarang saya harus tahu akan menjadi orang yang seperti apa dan
menjalani kehidupan yang bagaimana. Terlalu muluk? Bisa ya bisa tidak.
Kalau kata ibu, saya ini orangnya terlalu simetris. Hihihi...
Dengan menaruh harapan kita jadi tahu di jalur mana kita harus berjalan.
Saya
pribadi bukan orang yang suka memberi motivasi buat orang lain. Saya
orang yang selalu menolak jika disodori buku-buku motivasi dengan
cerita-cerita pendek penuh hikmah. Saya juga tidak suka menonton
video-video para motivator. Saya lebih suka membaca biografi orang
terkenal. Sebab apa yang dituangkan dalam sebuah biografi adalah hal
konkret yang benar-benar terjadi. Agak sinis memang tapi menurut saya
jejalan kata-kata mutiara dari motivator tidak akan berpengaruh apa-apa.
Karena, yang paling penting adalah niat dari dalam sendiri.
Masih ada enam bulan sebelum 2015 mencapai pucuknya.
Keep on writing~
0 komentar:
Posting Komentar