Senin, 25 Mei 2015

Secuil Surga di Utara Jakarta

Secuil Surga di Utara Jakarta


Suatu hari surga sedang bocor. Langit meneteskan bulir-bulir air dari sungai di surga. Tetesan-tetesan air tersebut jatuh tak beraturan di Laut Jawa dan menjelma menjadi pulau-pulau kecil. Begitu banyaknya tetesan air yang jatuh hingga terbentuklah gugusan pulau yang kini dikenal dengan Kepulauan Seribu.

Itulah sebait deskripsi tentang Kepulauan Seribu yang pernah saya baca. Sang penulis nampaknya benar-benar terkesima akan keindahan Kepulauan Seribu hingga menyamakannya dengan tetesan air surga. Untuk membuktikannya, beberapa waktu lalu saya dan teman-teman menyempatkan diri mengintip keindahan kepulauan di utara Jakarta itu. Dalam sebuah open trip selama dua hari satu malam, kami menghabiskan waktu mengeksplorasi berbagai pulau di Kepulauan Seribu.

Perjalanan dimulai dari Pelabuhan Muara Angke. Kapal yang kami tumpangi berangkat sekitar pukul 08.00. Tujuan kami adalah Pulau Kelapa yang ditempuh selama tiga jam perjalanan. Selama satu jam pertama kami masih disuguhi perairan yang penuh limbah dan sampah. Mustahil kami dapat menyelam di laut sekotor ini.

Namun lamanya perjalanan sebanding dengan keindahan yang kami dapatkan. Menjelang pukul 10.00 suasana sudah mulai berubah. Warna air laut yang tadinya hitam kini berangsur membiru. Sejauh mata memandang kami disuguhi permukaan air laut yang tenang dan bersih. Sesekali nampak bintik kecil di kejauhan tanda adanya pulau kecil tak jauh dari kapal kami.

Begini kira-kira penampakan pulau-pulau kecil di Kepulauan Seribu

Tepat pukul 11.00 rombongan menginjakkan kaki di Pulau Kelapa. Kami memperoleh sebuah rumah kosong dengan dua kamar tidur sebagai homestay. Rombongan disambut makan siang berupa sayur asem, ikan kembung, dan sambal. Satu teko besar es kelapa muda tak ketinggalan nangkring di meja makan. Usai melahap santap siang dan sholat, kami digiring menuju lokasi snorkeling.

Untuk menuju lokasi snorkeling, kami diajak naik kapal yang lebih kecil. Teriknya matahari tak menyurutkan semangat kami, para wisatawan, untuk mengarungi lautan. Lokasi pertama snorkeling adalah Pulau Macan. Awalnya saya takut-takut menceburkan diri ke laut. Meski sudah memakai jaket pelampung, tetap saja saya paranoid. Air laut yang berwarna biru tua menandakan betapa dalamnya perairan di situ. Menurut Pak Nurdin yang jadi guide kami, kedalaman airnya antara 5-10 meter. Masih cetek sebenernya untuk ukuran menyelam. Memang dasar saya saja yang penakut.

Tetapi akhirnya saya berani juga terjun ke laut. Dan begitu membenamkan kepala ke dalam air, terlihatlah keindahan bawah laut Kepulauan Seribu. Ikan-ikan seukuran ibu jari yang saya tidak tahu namanya hilir mudik berenang dalam gerombolan-gerombolan kecil. Ikan-ikan lain yang lebih besar berenang sendirian di antara terumbu karang. Berkali-kali saya mencoba menyentuhkan tangan ke arah mereka namun selalu meleset karena geraknya yang gesit.

Puas menyelami perairan Pulau Macan, kami lalu bergeser ke lokasi kedua yakni ke perairan dekat Pulau Bintang. Perairan Pulau Bintang menawarkan pemandangan bawah laut yang lebih eksotis. Ikan-ikan yang berenang lebih banyak dan lebih berwarna-warni. Saya sengaja melepas fin (kaki katak) saat snorkeling di sini. Daan...ternyata itu pilihan salah karena kaki saya terluka akibat tergores-gores tajamnya terumbu karang. :p

Di perairan dekat Pulau Bintang
Semakin ke utara ekosistem yang hidup semakin membikin kita berdecak kagum. Kalau di utara Jakarta saja kita sudah terkagum-kagum, apalagi jika kita main ke Bunaken atau Wakatobi ya? Bisa-bisa ogah pulang. Sayangnya di dua lokasi snorkeling tersebut, saya mendapati banyak terumbu karang yang 'terluka'. Mungkin terumbu-terumbu karang itu sering dijadikan pijakan oleh para wisatawan tatkala menyelam. :(

Usai ber-snorkeling ria, kami menuju ke sebuah pulau cantik (yang lagi-lagi saya lupa nama pulaunya). Di pulau ini kami dibebaskan melakukan aktivitas apa saja. Mau berenang, main ayunan, makan, gitaran, atau main voli sekalian, terserah. Bagi yang perutnya keroncongan bisa membeli makanan di warung yang ada di situ. Tapi jangan banyak maunya ya karena yang tersedia hanya mie instant, gorengan, roti, dan minuman-minuman sachet. :)

Pukul 17.00 kami beranjak untuk kembali ke Pulau Kelapa. Sepanjang perjalanan, kami dimanjakan dengan pemandangan langit sore yang indah. Langit perlahan memerah tanda siap mengantar matahari pulang ke rumah. Malamnya, para wisatawan disuguhi hidangan seafood bakar. Kami berlomba menyantap cumi-cumi dan udang sepuasnya. Yeay!

Esok paginya, kami kembali mengangkat sauh menuju Pulau Bulat. Konon kabarnya pulau ini adalah milik keluarga mantan Presiden Soeharto. Sebuah helipad menjadi petunjuk bahwa pulau ini menjadi destinasi keluarga Cendana jika ingin berlibur. Tidak ada yang istimewa di pulau itu. Tetapi ada satu spot istimewa di dekat dermaga yang manis dijadikan tempat berfoto. Spot itu berupa bangku taman di ujung dermaga. Bangku itu hanya diletakkan sendirian membelakangi laut. Kurang melankolis apa coba?

Setelah mengelilingi Pulau Bulat kami kembali ke Pulau Kelapa dan bersiap-siap pulang ke Jakarta. Perjalanan singkat ini cukup melelahkan tetapi semua sebanding dengan kepuasan yang didapat. Soal biaya, saya merogoh kocek Rp 350 ribu untuk open trip selama 2 hari 1 malam. Karena berlibur di kala peak season maka saya dan teman-teman harus rela berdesak-desakan dengan banyak rombongan di kapal yang sempit. Di hari keberangkatan kami masih beruntung karena bisa duduk lesehan di lambung kapal.

Tetapi ketika pulang, kami datang terlambat ke dermaga sehingga mau tak mau pantat ini didudukkan di kapal bagian samping yang sejatinya bukan tempat penumpang. Bagian tersebut adalah gang sempit yang berada di kapal bagian luar. Alhasil saya harus menahan panas disiram sinar matahari bersuhu 30 derajat Celcius selama tiga jam. Maklum, kapal berangkat dari dermaga Pulau Kelapa saat tengah hari, tepat pukul 12.00.

Anyway, saya tetap menikmati perjalanan mengesankan ini. Alam Indonesia sudah bermurah hati memberikan banyak keindahan dan kesuburan. Amat disayangkan kalau kita tidak pernah menyempatkan waktu menikmatinya.

Minggu, 17 Mei 2015

Siapa yang Paling Cantik?

Siapa yang Paling Cantik?

Indonesia bukan negara Islam. Indonesia adalah negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Maka menolak ajang kontes kecantikan seperti Miss Universe, Miss World, atau Putri Indonesia sepertinya adalah hal yang sia-sia. Karena, di samping alasan adat ketimuran isu-isu yang diangkat dalam penolakan kontes kecantikan biasanya adalah isu agama.

Wanita dilarang memamerkan aurat, wanita dilarang berlenggak-lenggok, dan wanita dilarang menjadi barang pajangan adalah sudut pandang Islam. Sebagai negara yang majemuk, wajar jika isu-isu semacam itu tidak mempan menghentikan diselenggarakannya ajang kecantikan. Tidak semua orang Indonesia beragama Islam. Dan lagi, tidak semua Muslim memiliki pandangan yang sama. Maka tak heran di kala sebagian Muslim menolak kontes kecantikan, sebagian Muslim lain yang berpandangan sekuler tengah sibuk menjadi panitia penyelenggara dan peserta.

Sayangnya, kita umat Islam nampaknya justru malah menduplikasi dan memodifikasi ajang pemilihan ratu kecantikan agar terlihat lebih Islami. Munculnya kontes kecantikan Muslimah adalah hal yang patut dipertanyakan. "Miss Muslimah itu cuma Miss Universe dikasih jilbab!" ujar seorang teman saya dengan nyinyir. Pernyataan itu tidak keluar dari mulut seorang aktivis muslim apalagi yang berjilbab lebar. Teman saya juga tidak rajin-rajin amat tadarusan. Dia hanya muslimah biasa yang sama awamnya seperti saya. Tetapi ia termasuk yang geli melihat para muslimah diperlombakan di atas panggung.

Ya, buat saya (dan mungkin beberapa orang lain di luar sana) inti dari ajang miss-miss-an atau putri-putrian adalah mencari wanita-wanita cantik. Dan kehadiran kontes kecantikan Muslimah pun bagaikan adik kandung Miss Universe dan Miss World. Hanya yang satu 'pakai bungkus' dan yang satu 'tidak pakai bungkus'. Kalaupun ada konsep 3B (brain, beauty, behaviour) maka itu adalah kelihaian penyelenggara agar kontes semacam ini lebih bisa diterima. Konsep 3B kemudian diadopsi oleh ajang kecantikan Muslimah lewat 3S (shalihah, smart, stylish). Akh, pantaskah ke-shalihah-an dikonteskan? Jikalau ya, apa standarnya? Dari mana kita tahu seseorang lebih shalihah daripada yang lain sedangkan apa yang tersimpan di dalam hati hanya Allah yang tahu?

Jika standar shalihah adalah berjilbab, maka betapa dangkalnya standar itu karena kita hanya menilai orang dari tampilan luarnya saja. Jika standarnya bisa mengaji dan hafal al-qur'an, anak-anak SD dan SMP juga bisa mengaji dan menghafal. Tetap saja penilaian menitikberatkan pada kecantikan dan keindahan fisik. Kita tidak melihat wanita berperawakan misal (maaf) pendek, gendut, atau berwajah sangat biasa bisa berjalan di atas panggung penjurian. Semua yang tampil pada kontes kecantikan adalah mereka yang berwajah cantik/manis, tinggi semampai, dan berkulit bersih. Padahal di luar sana banyak kaum hawa memiliki pemikiran brilian namun kondisi fisiknya tidak semulus mereka yang berlenggak-lenggok di atas panggung. Banyak wanita-wanita berpenampilan ala kadarnya bisa berprestasi dan memberikan kontribusi signifikan bagi lingkungan namun tidak terekspos gemerlapnya panggung kontes. Kondisi ini seolah menegaskan hanya wanita cantik saja yang diizinkan menjadi duta ini dan itu.

Foto diambil dari sini


Pagelaran kontes kecantikan muslimah pada akhirnya bermuara pada kapitalisme. Sederetan sponsor sudah menyokong perhelatan kontes kecantikan muslimah sejak ajang ini dipromosikan. Mulai dari kosmetik hingga busana muslim (yang mahal dan tidak syar'i). Mereka yang berhasil memenangkan lomba ditunjuk menjadi brand ambassador produk sponsor. Kontes kecantikan pada hakikatnya adalah meraup keuntungan bisnis. Kampanye agar wanita berjilbab? Please, masih banyak cara lain untuk mengajak wanita sadar jilbab selain lewat ajang kecantikan. Kontes kecantikan justru bisa memicu lahirnya kasta-kasta dalam dunia per-muslimah-an. Kasta antara yang cantik, pintar, dan (dianggap) shalihah dengan kasta muslimah yang serba biasa dan sedang-sedang saja. Hati manusia siapa yang tahu, ajang kecantikan musimah bisa jadi malah menjerumuskan wanita pada sifat sombong dan berlebih-lebihan.

Pemilihan ratu kecantikan tidak berkorelasi dengan pendapatan negara. Apakah dengan Indonesia menjuarai kontes kecantikan muslimah lalu serta merta sektor pariwisata ikut terdongkrak? Atau jika boleh lebih ekstrim lagi, sejak Indonesia ambil bagian dalam Miss World dan Miss Universe seberapa melejitkah pamor pariwisata Tanah Air di mata dunia?

Pangkal dari keberhasilan sektor pariwisata tidak berada pada seberapa berkilaunya wanita Indonesia di mata dunia. Kemauan pemerintah menyediakan infrastruktur pariwisata yang  memadai jauh lebih penting dalam memajukan sektor pariwisata. Keberadaan sumber daya manusia yang mumpuni di bidang seni dan budaya Indonesia adalah aset paling berharga yang harus diperhatikan pemerintah.

Kembali ke kontes kecantikan muslimah, budaya apa yang tengah dikampanyekan ajang ini sementara Rasulullah melarang kaumnya untuk berlebih-lebihan? Saya sangat tidak berkompetensi dalam bidang agama tetapi izinkan saya membagi dua hadis populer yang pasti sudah sering kita dengar. Mari kita mengingat sabda nabi yang satu ini, "Ada dua golongan penghuni neraka yang belum pernah aku lihat, yaitu kaum yang membawa cambuk seperti ekor sapi, mereka memukuli orang-orang dengannya. Dan wanita-wanita yang memakai baju tapi telanjang, berjalan dengan menggoyang-goyangkan pundaknya dan berlenggak-lenggok. Kepala mereka seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan masuk surga bahkan tidak akan mendapat wanginya, padahal sungguh wangi surga itu tercium dari jarak perjalanan sekian dan sekian." (HR Muslim). Atau sabda yang ini, "Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka." (HR Abu Daud).

Maaf bukan bermaksud menggurui, tetapi bukankah kontes kecantikan jelas bukan budaya yang dianjurkan oleh Islam? Sekali lagi, saya hanyalah orang awam. Tetapi melihat sederetan muslimah dipertontonan dan dilombakan sambil mereka memamerkan senyum yang seragam, rasanya tak tahan untuk tidak berkomentar. Ke mana jati diri kaum muslim? Sebegitu mudahnyakah terpengaruh budaya-budaya kapitalis yang esensi keislamannya masih dipertanyakan? Wanita shalihah yang sebenarnya tidak akan membiarkan dirinya dieksploitasi dan dinilai para juri. Karena, juri yang sebenarnya hanyalah Dia Sang Maha Pencipta.


-correct me if i'm wrong-

Rabu, 13 Mei 2015

Goyang Lidah ala Kedai Kita

Goyang Lidah ala Kedai Kita

Kalau Jakarta adalah semangkuk bakso pedas, maka Bogor adalah segelas es jeruk yang mendinginkan tenggorokan. Dalam keseharian jalanan Jakarta yang padat dan serba terburu-buru, Bogor adalah tempat yang cocok untuk mencari hawa yang lebih segar. Apalagi di Bogor saya menemukan tempat makan yang enak. Namanya Kedai Kita.

Berawal dari agenda mencari kost-kostan baru buat teman saya, Tika, kami berdua menemukan kedai ini tanpa sengaja. Kedai Kita terletak di Jalan Pangrango 21 Bogor. Posisinya nggak jauh dari Taman Kencana. Salah satu yang membuat kami memutuskan mencoba Kedai Kita karena melihat antreannya yang panjang. Serius, panjang banget waiting listnya. Mungkin karena saat itu sedang weekend makanya banyak orang pengen jajan ya? Tapi mana mungkin orang rela menunggu lama-lama kalau bukan karena makanannya yang enak?




Ini nih penampakan Kedai Kita

Menu yang paling harus dicoba banget di Kedai Kita adalah pizza kayu bakar. Ada beberapa varian pizza kayu bakar yang semuanya bikin ngiler. Pizza kayu bakar ala Kedai Kita disajikan dalam keadaan panas dan garing. Roti pizzanya tipis ditimpa topping yang tebal. Rasanya minta ampun enaknya. Cocok disantap di tengah hawa Bogor yang adem.

Favorit saya adalah Hawaiian Pizza. Cita rasa paprika, nanas, dan smoked beef bercampur jadi satu membuat kita kenyang tapi enggak bikin eneg. Saya juga memesan sapo tahu (atau tofu? lupa pokoknya itulah). Rasa sapo emang nggak ada yang istimewa tapi gurih dan segernya sapo patut dicoba.

Kenikmatan makan di Kedai Kita bikin saya dan Tika ketagihan buat datang lagi ke sana. Saya memesan calzone dan mie sapi lada hitam saat kali kedua saya ke Kedai Kita. Pesanan yang pertama datang adalah calzone (alias pastel raksasa kao menurut saya :P). Kami berdua memesan calzone yang berisi smoked beef dan keju. Soal rasa, nggak kalah sama Hawaiian Pizza. Ada sensasi bahagia ketika kami memotong calzone dan melihat daging serta keju berhamburan keluar (lebaaay!).


Calzone sist!


Lanjut ke menu kedua adalah mie sapi lada hitam yang disajikan dalam hot plate. Menu ini jadi andalan Kedai Kita karena ditulis besar-besar di papan tulis kedai. Dan ternyata promosi itu enggak bohong. Mie ini enak! Mienya nggak kematengan dan rasa rempahnya kerasa banget. Seporsi mie lada hitam kalo buat saya banyak banget tapi kok ya habis juga. Padahal sebelumnya juga udah diganjal pake calzone. Duh...

Mie Sapi Lada Hitam rasanya juaraaa...


Kedai Kita menjual beragam menu lain seperti steak, nasi goreng, dan pasta. Tapi yang jadi andalah adalah pizza kayu bakar dan mie lada hitam. Kalau soal minuman standar aja sih. Sebangsa es teh, es jeruk, atau jus buah. Oiya kalau ke Kedai Kita jangan pas laper-laper banget ya. Soalnya bakal antre panjang. Keburu semaput kalau nunggunya kelamaan. Atau kalau nggak mau kena waiting list jangan dateng waktu weekend atau hari libur.

Range harga makanan dan minuman di Kedai Kita menurut saya sebanding sama rasanya. Makanan rata-rata 30 ribuan dan buat pizza kayu bakar dibanderol 70 ribuan. Masih murahlah karena pizzanya bisa dimakan bareng-bareng dan bayar patungan.

Kedai Kita diapit oleh banyak restoran dan tempat makan yang lucu-lucu. Ada restoran India, restoran khusus coklat, warung makan klapertaart, dan lain-lain. Jalan Pangrango emang dikenal sebagai destinasi kuliner dan menawarkan pengalaman makan yang beragam.

Buat yang sumpek sama hawa Jakarta bolehlah sekali-sekali meluncur ke Bogor. In my humble opinion, Bogor lebih ramah ketimbang Jakarta. Kita masih bisa merasakan sejuknya pepohonan dan jalan di trotoar dengan tenang. Cocok buat kita-kita yang hobi jalan kaki. Jadi, selamat jajan di Bogor yaa~~

Selasa, 05 Mei 2015

Wejangan Pini Sepuh

Wejangan Pini Sepuh

Rezeki iku ora iso ditiru
Senajan padha lakumu
Senajan padha dodolanmu
Senajan padha kerjamu
Hasil sing ditampa bakal beda-beda
Isa beda nang akehe bandha
Isa uga ana nang rasa lan ayeme ati
Yaitu sing jenenge bahagia

Kabeh iku saka tresnane Gusti Kang Maha Kuwasa
Sapa temen bakal tinemu
Sapa wani rekasa bakal gayuh mulya
Dudu akehe, nanging berkahe kang dadekake cukup lan nyukupi

Wis ginaris nang takdire manungsa
Yen apa sing urip kuwi wis disangoni saka sing KuwasaDalan urip lan pangane wis cemepak
Cedhak kaya angin sing disedhot saben dinane
Nanging kadhang manungsa sulap mata lan peteng atine
Sing adoh saka awake katon padhang cemlorot ngawe-awe
Nanging sing cedhak nang ngarepe lan dadi tanggung jawabe disia-sia kaya ora duwe guna

Rejeki iku wis cemepak saka Gusti
Ora bakal kurang anane kanggo nyukupi butuhe manungsa saka lair tekane pati
Nanging yen kanggo nuruti karep manungsa sing ora ana watese, rasane kabeh cupet
Nang pikiran ruwet lan atine marai bundhet

Welinge wong tuwa, apa sing ana dilakoni lan apa sing durung ana aja diarep-arep
Semelehke atimu, yen wis dadi duwekmu bakal tinemu
Yen ora jatahmu apa meneh nek ngrebut saka wong liya nganggo cara sing ala
Ya dienteni wae, iku bakal gawe uripmu lara, rekasa, lan angkara murka sajroning kulawarga
Kabeh iku bakal sirna balik dadi sakmestine
Yen umpamane ayem iku mung bisa dituku karo akehe bandha,
Dahna rekasane dadi wong sing ora duwe
Untunge ayem isa diduweni sapa wae sing gelem ngleremke atine bab kadonyan
Seneng tetulung marang liyan, lan masrahke uripe marang Gusti Allah

Kerja iku pancen rekasa nanging luwih rekasa meneh yen ora kerja
Lakonana lan syukuri apa sing wis ana

Foto oleh @sarrymartin


*Sampai Wejangan Pini Sepuh ini ditulis di umbarasa, saya belum menemukan siapa sumber pertama yang menulisnya. Wejangan Pini Sepuh hanya saya dapat dari hasil share di grup Whatsapp tanpa mencantumkan sumber. Menurut saya wejangan sebaik ini harus dibagikan agar dapat menjadi inspirasi bagi siapapun yang membacanya. Mohon maaf bagi yang tidak mengerti Bahasa Jawa karena saya belum sempat mencantumkan subtitle Bahasa Indonesia.